04 February 2017

KISAH PANGLIMA PERANG YANG DIPECAT KARENA TAK PERNAH BERBUAT KESALAHAN

**
Pada zaman pemerintahan *Khalifah Syaidina Umar bin Khatab*, ada seorang panglima perang yang disegani lawan dan dicintai kawan. Panglima perang yang tak pernah kalah sepanjang karirnya memimpin tentara di medan perang. Baik pada saat beliau masih menjadi panglima Quraish, maupun setelah beliau masuk Islam dan menjadi panglima perang umat muslim. Beliau adalah *Jenderal Khalid bin Walid*.
Namanya harum dimana-mana. Semua orang memujinya dan mengelu-elukannya. Kemana beliau pergi selalu disambut dengan teriakan, _”Hidup Khalid, hidup Jenderal, hidup Panglima Perang, hidup Pedang Allah yang Terhunus.”_ Ya! .. beliau mendapat gelar langsung dari Rasulullah SAW yang menyebutnya sebagai *Pedang Allah yang Terhunus*.
Baca juga: JIWA KSATRIA MUSLIM
Dalam suatu peperangan beliau pernah mengalahkan pasukan tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Padahal pasukan muslim yang dipimpinnya saat itu hanya berjumlah 46.000 orang. Dengan kejeliannya mengatur strategi, pertempuran itu bisa dimenangkannya dengan mudah. Pasukan musuh lari terbirit-birit.
Itulah *Khalid bin Walid*, beliau bahkan tak gentar sedikitpun menghadapi lawan yang jauh lebih banyak.
Ada satu kisah menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sangat sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas.
Pada suatu ketika, di saat beliau sedang berada di garis depan, memimpin peperangan, tiba-tiba datang seorang utusan dari Amirul mukminin, Syaidina Umar bin Khatab, yang mengantarkan sebuah surat. Di dalam surat tersebut tertulis pesan singkat, _”Dengan ini saya nyatakan Jenderal Khalid bin Walid di pecat sebagai panglima perang. Segera menghadap!”_
Menerima kabar tersebut tentu saja sang jenderal sangat gusar hingga tak bisa tidur. Beliau terus-menerus memikirkan alasan pemecatannya. Kesalahan apa yang telah saya lakukan? Kira-kira begitulah yang berkecamuk di dalam pikiran beliau kala itu.
Sebagai prajurit yang baik, taat pada atasan, beliaupun segera bersiap menghadap Khalifah Umar Bin Khatab. Sebelum berangkat beliau menyerahkan komando perang kepada penggantinya.
Sesampai di depan Umar beliau memberikan salam, _”Assalamualaikum ya Amirul mukminin! Langsung saja! Saya menerima surat pemecatan. Apa betul saya di pecat?”_
_”Walaikumsalam warahmatullah! Betul Khalid!”_ Jawab Khalifah.
_”Kalau masalah dipecat itu hak Anda sebagai pemimpin. Tapi, kalau boleh tahu, kesalahan saya apa?”_
_”Kamu tidak punya kesalahan.”_
_”Kalau tidak punya kesalahan kenapa saya dipecat? Apa saya tak mampu menjadi panglima?”_
_”Pada zaman ini kamu adalah panglima terbaik.”_
_”Lalu kenapa saya dipecat?”_ tanya Jenderal Khalid yang tak bisa menahan rasa penasarannya.
Dengan tenang Khalifah Umar bin Khatab menjawab, _”Khalid, engkau jenderal terbaik, panglima perang terhebat. Ratusan peperangan telah kau pimpin, dan tak pernah satu kalipun kalah. Setiap hari Masyarakat dan prajurit selalu menyanjungmu. Tak pernah saya mendengar orang menjelek-jelekkan. Tapi, ingat Khalid, kau juga adalah manusia biasa. Terlalu banyak orang yang memuji bukan tidak mungkin akan timbul rasa sombong dalam hatimu. Sedangkan Allah sangat membenci orang yang memiliki rasa sombong”_.
Baca juga: Penggambaran Wujud Surga Menurut Agama Islam
_”Seberat debu rasa sombong di dalam hati maka neraka jahanamlah tempatmu. Karena itu, maafkan aku wahai saudaraku, untuk menjagamu terpaksa saat ini kau saya pecat. Supaya engkau tahu, jangankan di hadapan Allah, di depan Umar saja kau tak bisa berbuat apa-apa!”_
Mendengar jawaban itu, Jenderal Khalid tertegun, bergetar, dan goyah. Dan dengan segenap kekuatan yang ada beliau langsung mendekap Khalifah Umar.
Sambil menangis beliau berbisik, _”Terima kasih ya Khalifah. Engkau saudaraku!”_
Bayangkan …. mengucapkan terima kasih setelah dipecat, padahal beliau tak berbuat kesalahan apapun. Adakah pejabat penting saat ini yang mampu berlaku mulia seperti itu? Yang banyak terjadi justru melakukan perlawanan, mempertahankan jabatan mati-matian, mencari dukungan, mencari teman, mencari pembenaran, atau mencari kesalahan orang lain supaya kesalahannya tertutupi.
Jangankan dipecat dari jabatan yang sangat bergengsi, ‘kegagalan’ atau keterhambatan dalam perjalanan karir pun seringkali tidak bisa diterima dengan lapang dada. Akhirnya semua disalahkan, sistem disalahkan, orang lain disalahkan, semua digugat…..bahkan hingga yang paling ekstrim…. Tuhan pun digugat..
Kembali ke Khalid bin Walid, hebatnya lagi, setelah dipecat beliau balik lagi ke medan perang. Tapi, tidak lagi sebagai panglima perang. Beliau bertempur sebagai prajurit biasa, sebagai bawahan, dipimpin oleh mantan bawahannya kemarin.
Beberapa orang prajurit terheran-heran melihat mantan panglima yang gagah berani tersebut masih mau ikut ambil bagian dalam peperangan. Padahal sudah dipecat. Lalu, ada diantara mereka yang bertanya, _”Ya Jenderal, mengapa Anda masih mau berperang? Padahal Anda sudah dipecat.”_
Dengan tenang Khalid bin Walid menjawab, _”Saya berperang bukan karena jabatan, popularitas, bukan juga karena Khalifah Umar. Saya berperang semata-mata karena mencari keridhaan Allah.”_
*****
Sebuah cuplikan kisah yang sangat indah dari seorang Jenderal, panglima perang, *”Pedang Allah yang Terhunus”*.

Baca juga: Konspirasi Yahudi Menyusup ke Indonesia
Sumber: patriot garuda

02 February 2017

JIWA KSATRIA MUSLIM





Suatu hari, Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu.
Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.
Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata :
Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!
Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini !”.
Umar segera bangkit dan berkata :
Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?
Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata :
Benar, wahai Amirul Mukminin.
Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.”, tukas Umar.
Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya :
Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan dia (unta). Begitu kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki tua tadi). Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini.
Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi untuk itu.”, sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.
Tegakkanlah had Allah atasnya!” timpal yang lain.
Umar tertegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh.
Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat”, ujarnya.
Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas kematian ayahmu”, lanjut Umar.
Maaf Amirul Mukminin,” sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala,
Kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa”.
Baca juga: Rapatkanlah Kakimu Ketika Sholat
Baca juga: Penggambaran Wujud Surga Menurut Agama Islam


Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab.
Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata :
Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah”, ujarnya dengan tegas.
Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk diqishash”.
Mana bisa begitu?”, ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.
Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?”, tanya Umar.
Sayangnya tidak ada, Amirul Mukminin”.
Bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang pertanggung jawaban kaumku bersamaku?”, pemuda lusuh balik bertanya kepada Umar.
Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji.” kata Umar.
Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah penjaminku wahai orang-orang beriman”, rajuknya.
Tiba-tiba dari belakang kerumunan terdengar suara lantang :
Jadikan aku penjaminnya, wahai Amirul Mukminin”.
Ternyata Salman al-Farisi yang berkata.
Salman?” hardik Umar marah.
Kau belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini”.
Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, yaa, Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya”, jawab Salman tenang.
Akhirnya dengan berat hati, Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh. Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.
Baca juga: Isi Hati Anak Papua Untuk Saudara Sesama Papua.
Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.
Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah S.A.W. yang paling utama.
Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh.
Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.
Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.
Itu dia!” teriak Umar.
Dia datang menepati janjinya!”.
Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.
Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah,
Tak kukira… urusan kaumku… menyita… banyak… waktu…”.
Kupacu… tungganganku… tanpa henti, hingga… ia sekarat di gurun… Terpaksa… kutinggalkan… lalu aku berlari dari sana..
Demi Allah”, ujar Umar menenanginya dan memberinya minum,
“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.
Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan… di kalangan Muslimin… tak ada lagi ksatria… menepati janji…” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.
Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya :
Lalu kau, Salman, mengapa mau- maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?
Kemudian Salman menjawab :
Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”.

Baca juga: AR ROZI SEORANG DOKTER MUSLIM, SANG MERCUSUAR ILMU KEDOKTERAN DUNIA
Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.
Allahu Akbar!”, Tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak.
Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.
Semua orang tersentak kaget.
Kalian…” ujar Umar.
Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.
Kemudian dua pemuda menjawab dengan membahana :
Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.
Allahu Akbar!” teriak hadirin.
Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.
MasyaAllah…, saya bangga menjadi muslim bersama kita ksatria-ksatria muslim yang memuliakan al islam dengan berbagi pesan nasehatnya untuk berada dijalan-Nya..
Allahu Akbar…!
Sumber: patriot garuda