**
Pada zaman pemerintahan *Khalifah
Syaidina Umar bin Khatab*, ada seorang panglima perang yang disegani lawan dan
dicintai kawan. Panglima perang yang tak pernah kalah sepanjang karirnya
memimpin tentara di medan perang. Baik pada saat beliau masih menjadi panglima
Quraish, maupun setelah beliau masuk Islam dan menjadi panglima perang umat
muslim. Beliau adalah *Jenderal Khalid bin Walid*.
Namanya harum dimana-mana. Semua
orang memujinya dan mengelu-elukannya. Kemana beliau pergi selalu disambut
dengan teriakan, _”Hidup Khalid, hidup Jenderal, hidup Panglima Perang, hidup
Pedang Allah yang Terhunus.”_ Ya! .. beliau mendapat gelar langsung dari
Rasulullah SAW yang menyebutnya sebagai *Pedang Allah yang Terhunus*.
Baca juga: JIWA KSATRIA MUSLIM
Baca juga: JIWA KSATRIA MUSLIM
Dalam suatu peperangan beliau pernah
mengalahkan pasukan tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Padahal
pasukan muslim yang dipimpinnya saat itu hanya berjumlah 46.000 orang. Dengan
kejeliannya mengatur strategi, pertempuran itu bisa dimenangkannya dengan
mudah. Pasukan musuh lari terbirit-birit.
Itulah *Khalid bin Walid*, beliau
bahkan tak gentar sedikitpun menghadapi lawan yang jauh lebih banyak.
Ada satu kisah menarik dari Khalid
bin Walid. Dia memang sangat sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir
segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia
juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak
popularitas.
Pada suatu ketika, di saat beliau
sedang berada di garis depan, memimpin peperangan, tiba-tiba datang seorang
utusan dari Amirul mukminin, Syaidina Umar bin Khatab, yang mengantarkan sebuah
surat. Di dalam surat tersebut tertulis pesan singkat, _”Dengan ini saya
nyatakan Jenderal Khalid bin Walid di pecat sebagai panglima perang. Segera
menghadap!”_
Menerima kabar tersebut tentu saja
sang jenderal sangat gusar hingga tak bisa tidur. Beliau terus-menerus
memikirkan alasan pemecatannya. Kesalahan apa yang telah saya lakukan?
Kira-kira begitulah yang berkecamuk di dalam pikiran beliau kala itu.
Sebagai prajurit yang baik, taat pada
atasan, beliaupun segera bersiap menghadap Khalifah Umar Bin Khatab. Sebelum
berangkat beliau menyerahkan komando perang kepada penggantinya.
Sesampai di depan Umar beliau
memberikan salam, _”Assalamualaikum ya Amirul mukminin! Langsung saja! Saya
menerima surat pemecatan. Apa betul saya di pecat?”_
_”Walaikumsalam warahmatullah! Betul
Khalid!”_ Jawab Khalifah.
_”Kalau masalah dipecat itu hak Anda
sebagai pemimpin. Tapi, kalau boleh tahu, kesalahan saya apa?”_
_”Kamu tidak punya kesalahan.”_
_”Kalau tidak punya kesalahan kenapa
saya dipecat? Apa saya tak mampu menjadi panglima?”_
_”Pada zaman ini kamu adalah panglima
terbaik.”_
_”Lalu kenapa saya dipecat?”_ tanya
Jenderal Khalid yang tak bisa menahan rasa penasarannya.
Dengan tenang Khalifah Umar bin
Khatab menjawab, _”Khalid, engkau jenderal terbaik, panglima perang terhebat.
Ratusan peperangan telah kau pimpin, dan tak pernah satu kalipun kalah. Setiap
hari Masyarakat dan prajurit selalu menyanjungmu. Tak pernah saya mendengar
orang menjelek-jelekkan. Tapi, ingat Khalid, kau juga adalah manusia biasa.
Terlalu banyak orang yang memuji bukan tidak mungkin akan timbul rasa sombong
dalam hatimu. Sedangkan Allah sangat membenci orang yang memiliki rasa
sombong”_.
Baca juga: Penggambaran Wujud Surga Menurut Agama Islam
Baca juga: Penggambaran Wujud Surga Menurut Agama Islam
_”Seberat debu rasa sombong di dalam
hati maka neraka jahanamlah tempatmu. Karena itu, maafkan aku wahai saudaraku,
untuk menjagamu terpaksa saat ini kau saya pecat. Supaya engkau tahu, jangankan
di hadapan Allah, di depan Umar saja kau tak bisa berbuat apa-apa!”_
Mendengar jawaban itu, Jenderal
Khalid tertegun, bergetar, dan goyah. Dan dengan segenap kekuatan yang ada
beliau langsung mendekap Khalifah Umar.
Sambil menangis beliau berbisik,
_”Terima kasih ya Khalifah. Engkau saudaraku!”_
Bayangkan …. mengucapkan terima kasih
setelah dipecat, padahal beliau tak berbuat kesalahan apapun. Adakah pejabat
penting saat ini yang mampu berlaku mulia seperti itu? Yang banyak terjadi
justru melakukan perlawanan, mempertahankan jabatan mati-matian, mencari
dukungan, mencari teman, mencari pembenaran, atau mencari kesalahan orang lain
supaya kesalahannya tertutupi.
Jangankan dipecat dari jabatan yang
sangat bergengsi, ‘kegagalan’ atau keterhambatan dalam perjalanan karir pun
seringkali tidak bisa diterima dengan lapang dada. Akhirnya semua disalahkan,
sistem disalahkan, orang lain disalahkan, semua digugat…..bahkan hingga yang
paling ekstrim…. Tuhan pun digugat..
Kembali ke Khalid bin Walid, hebatnya
lagi, setelah dipecat beliau balik lagi ke medan perang. Tapi, tidak lagi
sebagai panglima perang. Beliau bertempur sebagai prajurit biasa, sebagai
bawahan, dipimpin oleh mantan bawahannya kemarin.
Beberapa orang prajurit
terheran-heran melihat mantan panglima yang gagah berani tersebut masih mau
ikut ambil bagian dalam peperangan. Padahal sudah dipecat. Lalu, ada diantara
mereka yang bertanya, _”Ya Jenderal, mengapa Anda masih mau berperang? Padahal
Anda sudah dipecat.”_
Dengan tenang Khalid bin Walid
menjawab, _”Saya berperang bukan karena jabatan, popularitas, bukan juga karena
Khalifah Umar. Saya berperang semata-mata karena mencari keridhaan Allah.”_
*****
Sebuah cuplikan kisah yang sangat indah dari seorang Jenderal, panglima perang, *”Pedang Allah yang Terhunus”*.
Baca juga: Konspirasi Yahudi Menyusup ke Indonesia
Sebuah cuplikan kisah yang sangat indah dari seorang Jenderal, panglima perang, *”Pedang Allah yang Terhunus”*.
Baca juga: Konspirasi Yahudi Menyusup ke Indonesia
Sumber:
patriot garuda