10 January 2016

INDONESIA MEMBANTU OPERASI RAHASIA AMERIKA SERIKAT MELARIKAN LON NOL


Kamis, 10 April 1975. Sebuah pesawat Garuda tipe DC-8 yang disewa oleh Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Benny Moerdani menanti di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali. Pesawat komersial itu berangkat menuju Guam pukul 18.00, memboyong rombongan Presiden Kamboja Lon Nol ke Guam. Misi Indonesia selesai disana. Seterusnya Lon Nol akan bertukar pesawat. Amerika Serikat telah menyiapkan armada baru untuk memboyong rombongan Presiden Lon Nol dari Guam ke Hawaii.
Lon Nol (tiga dari kiri)
Tahun 1975 adalah masa genting bagi Kamboja. Pemberontakan kubu komunis Khmer Merah yang dipimpin oleh Saloth Sar alias Pol Pot menghebat. Pasuakan pemerintah di bawah Lon Nol terpukul mundur. Misi Khmer Merah terang dan jelas yaitu menghabisi semua anggota pasukan di kubu Lon Nol.
Baca juga: Inilah Sektor ABC Wilayah Udara RI Yang Dikuasai Oleh Singapura
Pembantaian terjadi hampir di seluruh wilayah Kamboja. Khmer Merah mengungkapkan bahwa Lon Nol termasuk salah satu dari tujuh pemimpin yang harus dihabisi. Pada Maret 1975, pasukan Pol Pot menguasai hampir seluruh Kamboja. Di Phnom Penh, Lon Nol tersudut. Amerika Serikat yang mendukung Lon Nol, bermaksud melarikan sekutunya itu ketempat yang lebih aman. Selain itu, pertumpahan darah yang lebih hebat bisa terhindar seandainya Lon Nol pergi. Masalahnya ia menolak angkat kaki dari Kamboja.
Baca juga: Ternyata Amerika Gentar Dengan Indonesia
Dia tidak mau keluar dari negaranya sebagai warga sipil, mau tetap dianggap Presiden,” kata Jusuf Wanandi, pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Di titik itulah Indonesia berperan. Sebagai sekutu Amerika Serikat pada waktu  itu, Indonesia bersedia menerima kunjungan diplomatik Lon Nol. Pemerintahan Soeharto bersedia membantu misi Amerika Serikat dengan menerima kedatangan Lon Nol di Bali. “Kita menerima dia sebagai Presiden Kamboja,” ujar Jusuf. Pada 1 April 1975, di bawah ancaman pembantaian oleh Khmer Merah, Lon Nol berangkat dari Bandara Pochentong di Phnom Penh menuju Ngurah Rai, Bali.
Korespondensi Indonesia-Amerika Serikat dalam operasi pelarian Lon Nol belakangan terkuak berkat WikiLeaks. Kawat-kawat diplomatik Amerika yang dibocorkan WikiLeaks menunjukkan ada komunikasi intens antara Benny Moerdani dan pejabat Kedutaan Amerika.
Baca juga: Lapan Sukses Luncurkan Roket RX-450
Baca juga: Pemerintah RI Protes Kepada Malaysia Soal Pelanggaraan Tapal Batas
Dalam kawat rahasia tertanggal 7 April 1975, misalnya, disebutkan bahwa Benny mengubah rencana keberangkatan Lon Nol. Semula Lon Nol hendak diberangkatkan dari Biak dengan pesawat Angkatan Udara. Benny menginformasikan kepada pejabat AS bahwa rencana itu dibatalkan. Jadinya Lon Nol akan diberangkatkan dengan pesawat Garuda yang disewa intelijen. Benny meminta AS menyiapkan landasan di Guam untuk menerima penerbangan rahasia itu. Ia juga meminta AS menutup biaya penerbangan yang dikeluarkan Indonesia.
Kawat diplomatik AS juga menginformasikan pertemuan Lon Nol cs dengan Presiden Soeharto di Bali pada 5 April 1975. Dalam pertemuan itu, Lon Nol menjelaskan bahwa ia pergi dari Kamboja untuk mendukung perundingan damai di antara pihak yang berseteru di negaranya. Soeharto mendukung pemerintahan Lon Nol, tapi tak bersedia menjadi penengah antara Khmer Merah dan kubu Lon Nol. Pertemuan tersebut berlangsung satu jam.
Baca juga: Intel Indonesia Lebih Hebat Dari Mossad Dan CIA Soal Menguntit
Kawat diplomatik rahasia tertanggal 9 April 1975 memuat data anggota rombongan Lon Nol yang berangkat ke Guam. Jumlahnya 22 orang, termasuk istri, lima anak Lon Nol, pengawal pribadi, dan perawat keluarga. Mereka ditemani empat orang dari Indonesia, yakni mantan Dubes RI untuk Thailand Letjend Hartono Rekso Dharsono, satu diplomat International Commission of Control and Supervision, satu wartawan Antara, dan satu penerjemah bernama Mono.
Jusuf Wanandi mengatakan hubungan Kamboja-AS-Indonesia terjalin sejak 1970-an. Secara rahasia, Indonesia mengirim senjata AK-47 buatan Uni Soviet kepada AS untuk diberikan kepada pasukan Lon Nol. “Supaya tak tampak-tampak amat bahwa pasukan pemerintah dibantu oleh Amerika,” kata Jusuf. Sebagai ganti, Indonesia mendapat ribuan senjata M-16 bikinan AS.
Baca juga: AKSI INTELIJEN INDONESIA PENYELUNDUP PESAWAT TEMPUR
Dalam buku United States and Cambodia, 1969-2000: A Troubled Relationship (2003), Kenton Clymer menulis bahwa setidaknya lima kali Indonesia mengirim senjata kepada AS untuk diserahkan kepada pasukan antikomunis di Kamboja. Pengiriman yang kelima terjadi pada November 1970. Clymer mencatat, pada bulan itu, Indonesia mengirim 1.770 unit AK-47 dan sekitar 2,5 juta peluru. Sebagai imbalannya, Indonesia mendapat 5.880 unit M-16 dan 54 ribu amunisi dari Amerika Serikat.


No comments:

Post a Comment