Benny Moerdani
, yang waktu itu menjabat sebagai Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan melakukan
operasi rahasia membeli 32 pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk milik Israel pada
tahun 1979. Nama sandinya Operasi Alpha, diambil dari huruf depan pesawat. Ini
penugasan langsung dari Soeharto. Karena Indonesia tak punya hubungan
diplomatik dengan Israel, maka operasi ini dijalankan dengan sangat rahasia.
Baca juga: Dunia Yang Butuh Indonesia, Bukan Sebaliknya
Baca juga: Dunia Yang Butuh Indonesia, Bukan Sebaliknya
Bekas Kepala
Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Purnawirawan Ashadi Tjahjadi dalam bukunya,
Loyalitas Tanpa Pamrih, menceritakan Benny mengancam tidak akan mengakui
kewarganegaraan anggota pasukan yang ditugasi membawa pesawat itu jika misi
gagal. “Yang ragu-ragu silahkan kembali sekarang,”
kata Ashadi dalam bukunya, menguntip ucapan Benny waktu itu.
Pembelian itu
merepotkan intelijen Indonesia karena meski mengirim tim, dari teknisi hingga
pilot, tanpa terendus banyak pihak. Semua identitas prajurit yang dikirim ke
Israel dibuang di laut Singapura. Untuk menjaga kerahasiaan, mereka menyebut
Israel dengan Arizona, negara bagian Amerika Serikat. Alamat korespondensi juga
diarahkan ke Kantor Atase Pertahanan KBRI Washington.
Baca juga: Aku Akan Tidur Atau Akan Mati
Baca jug: KISAH BOCAHLUAR BIASA YANG BERAKHIR KADALUARSA
Baca juga: Aku Akan Tidur Atau Akan Mati
Baca jug: KISAH BOCAHLUAR BIASA YANG BERAKHIR KADALUARSA
Joko Poerwoko,
salah satu anggota tim, dalam otobiografinya Menari di Angkasa, mengisahkan
bahwa awalnya mereka terbang ke Frankfurt menggunakan Lufthansa. Setelah
beberapa kali ganti pesawat, mereka tiba di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv. Di
sana, para pilot itu langsung digiring petugas tanpa sempat menyerahkan surat
jalan laksana paspor. “Betapa hebatnya agen rahasia
Mossad yang dapat dengan cepat mengenali penumpang gelap tanpa paspor,”
kata Djoko dalam bukunya.
Latihan
terbang Operasi Alpha berakhir pada 20 Mei 1980. Para penerbang gembira, tapi
tak lama. Sebab, brevet dan ijazah pendidikan selama enam bulan dibakar oleh
perwira intelijen penghubung di depan mata mereka. Bukan itu saja, semua barang
milik para penerbang juga dibakar, termasuk peta navigasi dan peta perjalanan.
Djoko menulis, “Mereka berpesan, tidak ada bukti kalau
kalian pernah ke sini”
Baca juga: LAPAN Ternyata Diam-Diam Pernah Merancang Pesawat Tempur Generasi Ke-5
Baca juga: LAPAN Ternyata Diam-Diam Pernah Merancang Pesawat Tempur Generasi Ke-5
Selepas
pendidikan, para penerbang itu pulang ke Indonesia melalui Washington. Selama
dua pekan mereka diajak berkeliling Amerika Serikat, tidur di sepuluh hotel,
dan mencoba berbagai moda transportasi yang ada di sana. Mereka juga diwajibkan
mengirim kartu pos ke Indonesia.
Mereka
kemudian ke Arizona, masuk pangkalan US Marine Corps, Yuma Air Station. Selama
tiga hari mereka menjalani pelatihan di sana. Pada hari terakhir, mereka
diwajibkan berfoto seolah-olah baru diwisuda dan menerima ijazah versi Marine
Corps. Salah satu pose wajibnya adalah berdiri di depan pesawat tempur A-4E
Skyhawk milik Amerika Serikat. “Ini sebagai kamuflase
intelijen,” kata Djoko dalam otobiografinya. Kembali ke Indonesia,
mereka memamerkan pesawat tempur A-4E Skyhawk ke publik pada peringatan ulang
tahun ABRI, 5 Oktober 1980.
Baca juga: Skuadron 100TNI AL Jadi Efek Gentar Bagi Penyusup RITNI
Baca juga: Skuadron 100TNI AL Jadi Efek Gentar Bagi Penyusup RITNI
No comments:
Post a Comment